Beberapa hari yg lalu saya minta tolong sama kakak ipar saya untuk membelikan buku-buku pelajaran kelas 4 SD. Maksudnya supaya Eki bisa catch-up pelajaran di Indo selama dia sekolah disini. Kalo gak dibaca-baca disini sekarang, rasanya cukup berat bagi dia saat pulang ke Indo nanti untuk memahami semua pelajaran khas Indo (PKn, bahasa Indonesia, dan Agama) yg bakalan 2 tahun gak dia pelajari disini. Info dari kakak ipar saya, sebenarnya ada 12 buku yg harus dibeli untuk pelajaran kelas 4 SD. Dengan berbagai pertimbangan, saya akhirnya memesan hanya 6 buku pelajaran: Sains, IPS, bhs Indonesia, kesenian dan keterampilan, Matematika, dan PKn.
Melalui titipan temen yg lagi mision ke Paris, buku yg saya pesan akhirnya tiba dirumah. Sebelum saya serahkan ke Eki, satu persatu buku tersebut saya baca, sekedar ingin membandingkan contentnya dengan apa yg diajarkan disini. Matematika dan sains, saya
lihat tidak terlalu berbeda dg apa yg diajarkan di Perancis. Bhs Indonesia, Kesenian dan IPS, gak masalah karena memang lebih berisikan local content dan masih sesuai dg levelnya. Namun saya agak terkagum-kagum dengan apa yg diberikan di PKn, untuk kelas 4 SD anak-anak sudah di jejali dengan sistem ketatanegaraan yg saya rasa cukup menyesakkan daya pikir anak. Saya kurang faham apakah sedemikian perlunya anak kelas 4 SD untuk tahu susunan dan tugas lembaga-lembaga negara semisal DPD, Mahkamah konstitusi, Komisi Yudisial, dst. Apakah bukan lebih baik anak SD diajarkan tentang semangat kebangsaan atau hal-hal lain yg lebih aplikatif dikehidupan mereka..........semisalnya sejarah perjuangan.
Mungkin saya sudah lupa bahwa dulu saya pun sudah diajarkan sistem ketatanegaraan tsb di usia yg sama, tapi melihat kehidupan nyata, saya berpikiran bukankah lebih baik hal ini diajarkan nanti pada saat anak sudah SMP..... Kalo diajarkan sekarang, saya yakin hal tsb jadi useless dan redundant karena toh nantinya akan ada pembahasannya lebih dalam di higher level....... Saya mungkin salah....tapi perasaan saya mengatakan ada sesuatu yg kurang pas.................
Selesai membaca isinya, iseng-iseng saya mengecek harga masing-masing buku, khawatir jangan-jangan uang yg saya titipkan sebelumnya kurang mencukupi untuk membeli semua buku tersebut….......Satu persatu harga buku tersebut saya jumlahkan...betapa saya termenung begitu pada akhirnya saya sampai pada angka 208 ribu Rupiah...... .Dua ratus ribu delapan Rupiah untuk 6 buah buku pelajaran... ..
Waktu menitipkan uang yg kurang lebih sebesar itu, saya gak punya bayangan apapun tentang harga masing-masing buku. Yang saya tahu adalah menitipkan uang untuk membeli buku pelajaran.
Selanjutnya, saya langsung berhitung, berapa uang yang harus dikeluarkan oleh orang tua seandainya harus membeli semua buku pelajaran yg berjumlah 12 buah itu........400 ribu kah? Atau jangan-jangan lebih dari 500 ribu.
Pikiran saya terus bergerak .....500 ribu harus dikeluarkan oleh orang tua Indonesia untuk buku pelajaran satu orang anak di awal tahun ajaran...... saya langsung membandingkannnya dengan apa yg saya lihat disini...... untuk level yg sama dibutuhkan hanya 6 atau 7 buku pelajaran. Setiap buku pelajaran berharga 8 s/d 10 euro. Jadi untuk satu orang anak, orang tua Perancis, akan mengeluarkan sekitar 60an euro. Saya pun langsung membuat sebuah perbandingan sederhana... ...Untuk orang tua yg punya penghasilan sesuai dg UMR (Rp. 1,2 juta di Indonesia dan 1200 Euro di Perancis), maka orang tua Indonesia harus mengeluarkan additional expenditure plus minus 40% dari monthly income-nya di awal tahun ajaran untuk membeli buku pelajaran sementara orang tua di Perancis hanya akan spend 5% tambahan pengeluaran dari monthly income-nya.. .............. suatu perbandingan yg sangat mencengangkan !!!!
Itung-itungan sederhana yang dibuat diatas hanyalah untuk pengeluaran buku pelajaran, belum termasuk buku tulis, pensil, pena, tas, sepatu, seragam sekolah dan hal-hal kecil lainnya..... ..
Membayangkan angka-angkanya, saya langsung mengelus dada.......Baru kini saya sadar betapa mahalnya pendidikan di Indonesia................... Mahal bukan dari angka absolut yang harus dikeluarkan tapi mahal dari sisi relativitasnya terhadap pendapatan orang tua.....Mahal karena rumitnya kurikulum sehingga mengharuskan anak untuk punya buku lebih banyak...... .
Nurani pun berkata, What’s wrong with my country?
Terpikir kah di benak penguasa untuk menjadikan harga buku murah?
Tersemayamkah kah di hati penguasa untuk menyederhanakan kurikulum sehingga beban pelajaran jadi lebih ringan dan buku pelajaran yang dibeli lebih sedikit?
Yakinkah penguasa bahwa dengan setumpuk kurikulum yg ada sekarang
0 komentar:
Posting Komentar