|
Sajian ini Insya-Allah menjadi tulisan berseri (bersambung) tentang bagaimana meningkatkan kemampuan diri, menggali daya pikir diri, membangun keilmuan diri kita sendiri dalam hal baca kitab. Kebanyakan teman-teman yang tidak pandai atau tidak bisa membaca kitab adalah bukan karena tidak mengetahui ilmu sharaf atau tidak mengetahui ilmu nahwu dan i’rab. Kalau tidak bisa membaca kitab karena tidak pernah mengenal ilmu nahwu dan sharaf itu sudah maklum. Tetapi yang disangsikan dan menimbulkan tanda tanya adalah teman-teman yang sudah hafal dan mengerti kaedah-kaedah nahwu dan kiasan-kiasan sharaf. Berkali-kali penulis me manggil murid-murid yang sudah mengetahui ilmu nahwu dan sharaf untuk membaca kitab. Ketika mereka ditanyakan tentang beberapa kaedah-kaedah nahwiyyah dan sharfiyyah yang banyak dibutuhkan dalam membaca kitab, dengan cepat dan benar mereka bisa menjawabnya. Misalnya ditanyakan bagaimana seharusnya fi’il madhi yang di-mabni-kan majhul. Bagaimana seharusnya khabar-nya kaana dan saudara-saudaranya. Bagaimana seharusnya mudlaf ilaih dan lain sebagainya. Atau ketika mereka ditanyakan bagaimana seharusnya mengkias wazan ifta’ala, istaf’ala dan lain-lain. Dengan cekatan, akan mengalir dari mulut mereka kiasan-kiasan sharfiyyah yang tepat dan benar. Akan tetapi ketika mereka disuruh membaca kitab fikih – misalnya – yang menjadi pelajarannya di madrasah, mereka banyak kesandung dengan kesalahan-kesalahan, yang sedikit saja, atau agak banyak, kita sambungkan kesalahan itu dengan kaedah nahwiyyah atau sharfiyyah yang bersangkutan, mereka akan segera bisa membenarkannya. Misalnya ketika si A membaca an yakuuna dengan dibaca an yakuunu, ketika ditanya, “Apa alasan anda membaca an yakuunu?” Dengan berfikir sedikit ia menjawab, “Oh iya Pak, ada an-nya, harus dibaca an yakuuna”. Atau si B ketika membaca yasytarithu, ditanyakan, “Bagaimana anda memaknai bacaan yasytarithu itu?”. Ia menjawab, “den syarataken”. Lalu ditanya lagi, “kalau begitu, mabni apa itu?” Ia menjawab, “Oh ia, ini mabni majhul harus?”. Bagaimana fi’il mudhari’ kalau di-mabni-kan majhul? Ia menjawab dengan kaedah nahwiyyah yang dihafalkannya, lalu membenarka bacaan yang salah itu. Banyak dari mereka yang sudah memahami betul dan hafal betul kaedah-kaedah yang ada dalam ilmu nahwu dan i’rab atau hafal tashrif-annya lafal-lafal yang ada dalam Al-Amtsilah Al-Tashrifiyyah. Kelemahan mendasar mereka adalah, tidak bisa menghubungkan atau tidak bisa menyambungkan apa yang dibacanya dalam suatu kitab dengan kaedah-kaedah nahwu-sharaf yang terkadang sudah mereka hafal di luar kepala. Sekali lag penulis katakan, sebagian besar murid-murid yang tidak bisa membaca kitab ialah karena tidak bisa menghubungkan atau menyambungkan apa yang dibaca dengan kaedah-kaedah nahwu-sharaf. Jika persoalan mendasarnya adalah demikian, maka cara mengatasinya adalah dengan dua hal, pertama belajar sendiri dengan mengikuti pengajian kitab-kitab kecil-kecilan dan yang dianggap mudah, utamanya kitab-kitab yang berkaitan dengan ilmu alat atau nahwu-sharaf. Kedua, belajar dengan cara dibimbing oleh seorang guru selama beberapa pekan. Mungkin untuk murid-murid madrasah-madrasah yang ada di pesantren-pesantren atau yang semi pesantren, di mana di dalamnya banyak aktivitas-aktivitas pengajian, cara yang paling baik dan tidak menyulitkan adalah yang pertama; belajar sendiri dengan mengikuti pengajian. Sebagai langkah awal yang harus ditempuh adalah ikutilah pengajian kitab-kitab kecil-kecilan yang paling mudah dan yang berkaitan dengan ilmu alat. Misalnya untuk nahwu, Kitab Mukhtashar Jiddan, keterangan ringkas kitab Al-Ajurumiyyah. Kitab yang dikarang oleh Sayid Ahmad Zaini Dahlan, memang banyak diajarkan di berbagai pesantren. Sedangkan dalam ilmu sharaf dan i’lal ikuti pengajian kitab Syarh Al-Kaylani, komentar kitab Tashrif Al-‘Izzi. Kalau masih ingin yang lebih mudah dan lebih gampang lagi, bisa mengikuti kitab Syarh Al-Kafrawi, yang tebalnya 120 halaman dan ditulis oleh Syeikh Hasan Al-Kafrawi. Atau yang lebih tipis dan masih sama mudahnya, yaitu kitab Al-Kharidah Al-Bahiyyah Fi I’rab Alfazhi Al-Ajurumiyyah, karya Al-‘Ujaimi yang tebalnya 45 hal. Tentu kitab Al-Kafrawi ada kelebihannya daripada yang kedua. Memang, murid yang mengaji kitab seperti Al-Kafrawi dan Al-Kharidah bisa merasa bosan. Karena yang disajikan dalam kedua kitab tersebut banyak yang berulang-ulang. Dan bahkan semuanya berulang-ulang. Lebih-lebih murid yang mempunyai sedikit kecerdasan otak, mengaji kitab tersebut dapat dua bab akan merasa, “saya bisa meneruskan bacaan kitab ini sendiri, tanpa harus mengaji”. Tapi harus diingat, bahwa dengan membiasakan membaca yang berulang-ulang itu, suatu kaedah akan menjadi otomatis di dalam otaknya. Begitu ia membaca suatu kitab, akan langsung menyambung dengan kaedah nahwu-sharaf yang menjadi keharusannya. Tentu hal ini karena berulang-ulang itu. Langkah kedua adalah, jika sudah merasa ada sedikit kemampuan dalam memaknai atau memberi tarkib i’rab (mubtada’, khabar, fa’il, maf’ul dll) terhadap kitab, maka sebelum mengaji berilah makna sendiri kitab yang bakal diaji itu dengan sebisanya. Sedangkan untuk makna yang tidak bisa, bisa dicari dalam kamus. Hal ini dilakukan adalah untuk menguji kemampuan anda. Dan nanti ketika mengaji kepada seorang qori’, janganlah memberi makna kitabnya, tetapi cocokkan antara makna anda sendiri dengan makna yang diberikan oleh qori’. Jika cocok, berarti dalam baca kitab anda sudah ada kemajuan. Lakukan hal ini selama berkali-kali sampai anda benar-benar yakin akan kemajuan dan kemampuan yang ada pada diri anda. Langkah ketiga, jika anda sudah terbiasa memberi makna dan memberi tarkib (status i’rab) sendiri kemudian biasakan membaca kitab-kitab kosongan sendiri tanpa ditash-hihkan kepada Qori’. Jika menemukan lafazh yang sulit di-tarkib (ketentuan i’rab) atau diberi makna, jangan putus asa. Tandai saja dengan garis di bawahnya. Mungkin kata-kata ini termasuk kata-kata yang jarang dipakai, sehingga tidak disebutkan di dalam kamus, kemungkinan lain ada kesalahan dalam tulisan atau cetakan. Coba cocokkan dengan naskah kitab lainnya. Perlu diingat, sering-seringlah anda membaca kitab-kitab yang mudah dibaca seperti kitab di atas, walaupun kecil bentuknya. Kalau perlu koleksilah (milikilah) kitab-kitab lain yang seperti di atas itu, misalnya Al-‘Asymawi, Mutammimah, Al-Makudi, Al-Kawakib, Tasywiq Al-Khillan dan lain-lain. Kalau anda melakukannya, insya-Allah dalam waktu dua bulan atau tiga bulan, baca kitab anda sudah tidak diragukan lagi. Kalau perlu minta bimbingan khusus kepada orang yang memahami teori baca kitab cepat. Selamat belajar, semoga anda sukses. Buletin Istinbat, Edisi 041 |
0 komentar:
Posting Komentar